Legenda Batu Menangis dan Pelajaran Berharga Tentang Kasih Ibu

Legenda Batu Menangis dan Pelajaran Berharga Tentang Kasih Ibu

Legenda Batu Menangis berasal dari Kalimantan Barat, mengajarkan bahwa kecantikan tak berarti tanpa kepribadian yang baik. Kisah ini bermula dari kekecewaan mendalam seorang ibu yang akhirnya melahirkan batu legendaris di Desa Jabar, Kecamatan Ella Hilir. Kalimantan Barat, yang dijuluki “Seribu Sungai” karena ratusan sungai yang melintasinya, menjadi rumah bagi cerita penuh hikmah ini. Legenda Batu Menangis, menceritakan tentang gadis cantik yang durhaka pada ibunya. Sombong dan manja, Darmi enggan membantu ibunya dan hanya sibuk bersolek, sementara sang ibu, seorang janda, bekerja keras di kebun tanpa peduli kulitnya yang gelap atau tubuhnya yang lelah. Kisah ini pernah diadaptasi menjadi Drama Tari Batu Menangis oleh Bakti Budaya Djarum Foundation pada 2018, dipentaskan di Taman Ismail Marzuki, Filipina, dan India.

Meskipun miskin, sang ibu selalu berusaha memenuhi kebutuhan anaknya, bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri. Suatu hari, sang anak meminta dibelikan pakaian baru untuk tampil cantik di pasar. Dengan penuh kasih, sang ibu menyetujui meski harus meminjam uang. Dalam perjalanan, mereka bertemu pemuda-pemuda desa. Malu dengan penampilan ibunya yang kumal, sang anak dengan kasar menyebut ibunya sebagai pembantu. Ucapan itu menghancurkan hati sang ibu, meski ia memilih diam. Namun, penghinaan yang terus-menerus membuat sang ibu tak lagi mampu menahan kesedihannya.

Dalam kesedihannya, ibu berdoa agar anaknya mendapat pelajaran. Tak lama, langit gelap, angin kencang, dan hujan deras turun. Tubuh sang anak perlahan membatu. Walaupun ia menangis dan meminta ampun, semua sudah telat. Sang ibu hanya bisa menangis saat anaknya sepenuhnya menjadi batu, dengan air mata terus mengalir seolah menyesali perbuatannya. Batu itu kemudian dikenal sebagai Batu Menangis.

Batu Menangis Legenda Penuh Hikmah dari Kalimantan

AWAL KISAH DARI LEGENDA BATU MENANGIS

Di sebuah bukit terpencil di Kalimantan Barat, seorang ibu janda hidup bersama putrinya, Darmi, setelah suaminya meninggal dan meninggalkan mereka miskin. Ibu yang sudah tua bekerja keras di kebun sayur, merawat tanaman, dan menjual hasilnya ke pasar, sambil mengurus rumah dan mencari kayu bakar. Kulitnya yang dulu cerah kini menggelap karena terik matahari, dan tubuhnya semakin kurus. Ibu berharap Darmi hidup bahagia, berbeda dengannya, dan memanjakannya dengan penuh kasih. Darmi tumbuh menjadi gadis cantik dengan kulit kuning langsat, tubuh semampai, dan rambut panjang hitam legam. Ia selalu mengenakan pakaian indah dan aksesori berkilau, berbeda jauh dengan ibunya yang sudah lama tidak memikirkan dirinya sendiri.

Darmi selalu merawat penampilannya, berlama-lama di depan cermin, mandi, dan menyisir rambut, sementara ibunya bekerja keras di bawah terik matahari. Kemudian, Darmi meminta ibunya membeli pakaian baru agar cantik di pasar. Ibu, meskipun hidup serba kekurangan, memenuhi permintaan itu dengan meminjam uang. Dalam perjalanan ke pasar, Darmi merasa malu berjalan bersama ibunya yang sudah tua dan terlihat kumal. Ketika bertemu beberapa pemuda desa, Darmi dengan kasar berkata bahwa ibu yang bersamanya bukanlah ibunya, melainkan hanya pembantu. Pemuda-pemuda semakin mendekat ke ibu dan putrinya, sehingga ibu memanggil Darmi. Para pemuda pun bertanya, memastikan apakah wanita itu ibunya. Darmi tertawa dan mengatakan wanita kumal itu bukan ibunya, melainkan pekerja di rumahnya. Ia berbicara, bahwa ibunya sosok wanita cantik yang sedang di rumah. Pemuda-pemuda itu tertawa, tak menyadari betapa sombongnya Darmi.

AKHIR CERITA DARMI SI BATU MENANGIS

Ibu, yang sudah tak kuat lagi, melepaskan gerobak nya dan bersimpuh, menangis kesakitan. Ia berdoa kepada Tuhan, memohon agar kesedihan dan lelahnya berakhir. Langit mendung, angin kencang bertiup, dan doa ibu dikabulkan Tuhan. Darmi, dikepung pemuda, tiba-tiba ia merasa tubuhnya kaku dan berat. Tubuhnya perlahan berubah menjadi batu, dari kaki hingga pinggul. Darmi panik, memanggil ibu, meminta maaf, dan berjanji tak mengulanginya. Ibu hanya bisa melihat dengan pilu, keduanya menangis bersama hingga Darmi sepenuhnya menjadi batu. Air mata Darmi terus mengalir dari batu tersebut selama beberapa waktu. Setelah Darmi berubah menjadi batu, air mata terus mengalir dari batu tersebut, sebagai simbol penyesalan yang mendalam atas perbuatannya yang durhaka terhadap ibunya. Meskipun tubuhnya telah sepenuhnya membatu, air mata Darmi tetap mengalir, seolah menyesali segala kata-kata dan tindakan yang telah ia lakukan terhadap sang ibu.

Ibu, yang turut berduka, hanya bisa menangis sambil berdoa, meratapi nasib putrinya yang telah berubah menjadi batu. Sejak saat itu, batu tersebut dikenal dengan nama Batu Menangis, yang menjadi peringatan bagi siapa saja yang melihatnya untuk selalu menghormati dan berbakti kepada orang tua. Batu ini tetap berada di tempatnya, dengan air mata yang mengalir sebagai pengingat bahwa tidak ada pengampunan bagi perbuatan durhaka yang terlalu jauh.

Legenda Batu Menangis Anak yang Menyesal Selamanya

KARAKTER DALAM LEGENDA BATU MENANGIS

Berikut beberapa karakter yang berbeda pada cerita rakyat Batu Menangis sebagai berikut:

  • Ibu: Sosok penuh kasih, sabar, dan pengorbanan. Meskipun hidup miskin, ia bekerja keras untuk menghidupi Darmi dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya.
  • Darmi: Seorang gadis cantik, namun sombong dan durhaka. Ia lebih mementingkan penampilannya dan tidak menghargai usaha ibunya. Sifat egois dan kasar terhadap ibunya akhirnya membawa hukuman tragis.
  • Batu Menangis: Batu Menangis adalah simbol penyesalan. Setelah dihukum, tubuh Darmi berubah menjadi batu, dan air mata terus mengalir sebagai tanda penyesalan atas kelakuannya terhadap ibu.

Ketiga karakter—ibu, Darmi, dan Batu Menangis—mewakili nilai-nilai moral yang kuat dalam cerita ini, yaitu tentang kasih sayang orang tua, kesombongan yang membawa akibat buruk, dan penyesalan yang tak bisa diubah.

Kesimpulan
Kisah Batu Menangis, mempunyai pesan moral yang dapat diambil. Pertama, orang tua perlu mendidik anak dengan nilai kemandirian dan etika, serta mengajarkan sopan santun. Jika anak berbuat salah, orang tua harus memberikan teguran yang bijak agar anak memahami hal-hal yang baik dan buruk. Sebagai anak, kita harus menghormati orang tua dalam keadaan apapun, karena kondisi orang tua dan keluarga adalah bagian dari diri kita. Menyayangi keluarga berarti juga menyayangi diri sendiri.

Baca Juga: The Road to El Dorado Legenda Kota Emas Menjadi Kenyataan